Catatan Kaum Santri

Bekerja Sama dengan Tuhan


Penantian bulan Ramadhan oleh semua kalangan muslim, baik itu berbeda aliran maupun tidak, berakhirnya memang menjadi incaran. Penantian itu dapat berujung usai kalau saja keputusan-Nya sepihak dengan keinginan tersebut. Memang, bulan itu bukanlah satu-satunya. Namun, keistimewaan-keistimewaan yang melebihi bulan-bulan yang lain sudah menjadi daya tarik. Sudah menjadi daya tarik. Salah satunya adalah Lailatul Qodar (biasanya, ini terjadi hanya sesaat di antara sepuluh malam terakhir).
Malam yang istimewa bagi orang-orang yang “berbincang” dengan Tuhan, memang menjadi buruan yang paling utama. Melihat dari keistimewaanya yang luar biasa. Lihat saja, orang yang berkesempatan beramal baik di malam itu sudah dijanjikan berlipat-lipat. Kebaikan satu saja, dihitung menjadi seribu. Dihitung menjadi seribu. Makanya, orang-orang menyebutnya dengan istilah “Seribu Bulan”. Tapi jangan heran jika di saat itu, orang yang kebagian beramal baik, jumlahnya sedikit. Selain terjadinya hanya sesaat, juga ada satu rintangan yang harus dilawan: malas.
Selain itu, untuk mencapai tujuan tertentu akan lebih mudah diperoleh jika memanfaatkan konsep “kerja sama”. Dalam sosialnya dunia perdagangan, konsep ini sering diterapkan agar meraup keuntungan besar. Dua kubu juga dijadikan sepihak dengan keputusan undang-undang yang harus dilakukan antara satu sama lain –tuntunannya juga tersedia di keterangan buku sosial agama islam. Namun, tak banyak yang menyadari bahwa konsep “kerja sama” ini juga bisa diterapkan ketika seseorang menginginkan tujuan akhiratnya tercapai. Bahkan, setiap detik hari-hari yang telah, sedang atau akan dilalui, melaluinya harus “bekerja sama” dengan Tuhan. Karena setiap denyut nadi, tak pernah lepas dari keputusan-Nya. Wajar-wajar saja jika di akhir-akhir bulan tersebut, selain menambahkan kerja samanya dengan tuhan melalui ritual-ritual yang anjurannya telah tertulis di berbagai buku yang membidangi ilmu sosialnya agama islam, lantunan doa agar dipertemukan kembali dengan Ramadhan tahun berikutnya begitu lantang terdengar. Karena untuk memperoleh kesempatan menikmati hari-hari tersebut harus melewati sebelas bulan lainnya. Tentunya, kepastian untuk melewati sebelas bulan itu, siapun tidak ada yang bisa menjamin. Siapapun tidak ada yang bisa menjamin.
Image Resources
Ingat, kematian tidak hanya menghampiri orang-orang yang sudah beruban. Mereka yang sakit-sakitan dan siap siaga mengantongi obat-obatan yang sesuai dengan resep para dokter, serta mereka yang sehat tapi kadang sakit atau yang tak pernah sakit sekalipun, juga tak bisa melepaskan dirinya dari kekangan maut. Sebut saja Raja Fir’aun yang menganggap dirinya perkasa, abadi dan menuhankan dirinya sendiri, tapi pada akhirnya, kematiannya begitu teragis sampai-sampai sejarahnya di muat dalam Al-Qur’an. Sejarahnya di muat dalam Al-Qur’an.
Tapi, bagi orang-orang yang tidak mau tahu keistimewaan di bulan ini, gampang-gampang saja memberikan komentar unik. Ada yang berkomentar waktu lembur tanpa tidur di malam harinya, lalu membalas dengan “full time” memanjakan mata dengan memejamkan di siang harinya. Biasanya, komentar itu terdengar dari perokok berat. Karena untuk merokok di siang hari, mereka beralasan malu kepada tetangga. Belum lagi komentar-komentar yang lain. Juga tak kalah unik.

Baik mau tahu atau tidak mau tahu, segudang harapan agar panjang usia dan dapat menikmati saur-bukanya bulan Ramadhan, berada di pundak semua insan yang beragama islam. Meski tidak ada yang tahu tentang kematian, ada satu kunci jawaban yang menggugah semangat agar harapan itu tercapai. Yaitu, bekerja sama dengan Tuhan.

Ditulis oleh: Fawaid Azman Hanafi
Tag : Esai
0 Komentar untuk "Bekerja Sama dengan Tuhan"

Back To Top